TangerangMerdeka – 125 hari menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada), menjadi perhatian khusus bagi Aqmal Fanani, demisioner Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang.
Sebagaimana diatur dalam PKPU 2 tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2024 bahwa pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah akan dilaksanakan pada Rabu, 27 November 2024.
Menurut Aqmal, salah satu indikator kesuksesan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah adalah partisipasi pemilih.
Di Indonesia sendiri menganut voluntary sistem atau pemilih sukarela, sehingga partisipasi pemilih sangat penting bagi legitimasi terhadap calon terpilih.
“Kita ketahui pada pemilu 2024 terdapat penurunan partisipasi pemilih baik pada pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif,” ujar Aqmal yang pernah bekerja di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Data resmi KPU mencatat, perolehan suara sah nasional Pemilu 2024 untuk pemilihan presiden sebesar 164.227.475 suara dengan tingkat partisipasi pemilih 81,78 persen.
Jumlah itu lebih rendah ketimbang Pilpres 2019 yang diikuti 81,97 persen pemilih.
Jumlah suara sah nasional pemilihan legislatif untuk anggota DPR sebesar 151.796.631 suara dengan tingkat partisipasi pemilih 81,42 persen.
Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan partisipasi pemilih pada Pileg 2019 yang mencapai 81,78 persen.
Masih menurut Aqmal yang juga Founder Lembaga Barometer Public Policy, data tersebut menjadi gambaran bahwa telah terjadi tren penurunan partisipasi pemilih yang seharusnya dijadikan sebagai motivasi oleh seluruh stakeholders baik pemerintah pusat, dan daerah, penyelenggara pemilu, maupun partai politik.
“Dengan memasifkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta lebih penting lagi membangun trust publik baik oleh penyelenggaraan yang profesional, dan berkepastian hukum, maupun pembangunan budaya politik yang konstruktif,” jelasnya.
Karena tanpa kepercayaan terhadap penyelenggara dan budaya politik maka masyarakat akan semakin apatis terhadap politik dan pemilu.
“Kita harus sadari bersama bahwa proses pemilu dan pemilihan adalah instrumen legal untuk memilih pemimpin tanpa adanya chaos sebagaimana diatur oleh konstitusi Negara Republik Indonesia,” pungkasnya.
No Comments